Friday 22 April 2011

Maksud Dari Surat Al Baqarah 1-7

1. Alif laam miin[10].
2. Kitab[11] (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa[12],
3. (yaitu) mereka yang beriman[13] kepada yang ghaib[14], yang mendirikan shalat[15], dan menafkahkan sebahagian rezki[16] yang kami anugerahkan kepada mereka.
4. Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang Telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang Telah diturunkan sebelummu[17], serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat[18].
5. Mereka Itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung[19].
6. Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman.
7. Allah Telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka[20], dan penglihatan mereka ditutup[21]. dan bagi mereka siksa yang amat berat.

[10] ialah huruf-huruf abjad yang terletak pada permulaan sebagian dari surat-surat Al Quran seperti: Alif laam miim, Alif laam raa, Alif laam miim shaad dan sebagainya. diantara ahli-ahli tafsir ada yang menyerahkan pengertiannya kepada Allah Karena dipandang termasuk ayat-ayat mutasyaabihaat, dan ada pula yang menafsirkannya. golongan yang menafsirkannya ada yang memandangnya sebagai nama surat, dan ada pula yang berpendapat bahwa huruf-huruf abjad itu gunanya untuk menarik perhatian para Pendengar supaya memperhatikan Al Quran itu, dan untuk mengisyaratkan bahwa Al Quran itu diturunkan dari Allah dalam bahasa Arab yang tersusun dari huruf-huruf abjad. kalau mereka tidak percaya bahwa Al Quran diturunkan dari Allah dan Hanya buatan Muhammad s.a.w. semata-mata, Maka cobalah mereka buat semacam Al Quran itu.
[11] Tuhan menamakan Al Quran dengan Al Kitab yang di sini berarti yang ditulis, sebagai isyarat bahwa Al Quran diperintahkan untuk ditulis.
[12] takwa yaitu memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-perintah-Nya; dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya; tidak cukup diartikan dengan takut saja.
[13] Iman ialah kepercayaan yang teguh yang disertai dengan ketundukan dan penyerahan jiwa. tanda-tanda adanya iman ialah mengerjakan apa yang dikehendaki oleh iman itu.
[14] yang ghaib ialah yang tak dapat ditangkap oleh pancaindera. percaya kepada yang ghjaib yaitu, mengi'tikadkan adanya sesuatu yang maujud yang tidak dapat ditangkap oleh pancaindera, Karena ada dalil yang menunjukkan kepada adanya, seperti: adanya Allah, malaikat-malaikat, hari akhirat dan sebagainya.
[15] Shalat menurut bahasa 'Arab: doa. menurut istilah syara' ialah ibadat yang sudah dikenal, yang dimulai dengan takbir dan disudahi dengan salam, yang dikerjakan untuk membuktikan pengabdian dan kerendahan diri kepada Allah. mendirikan shalat ialah menunaikannya dengan teratur, dengan melangkapi syarat-syarat, rukun-rukun dan adab-adabnya, baik yang lahir ataupun yang batin, seperti khusu', memperhatikan apa yang dibaca dan sebagainya.
[16] Rezki: segala yang dapat diambil manfaatnya. menafkahkan sebagian rezki, ialah memberikan sebagian dari harta yang Telah direzkikan oleh Tuhan kepada orang-orang yang disyari'atkan oleh agama memberinya, seperti orang-orang fakir, orang-orang miskin, kaum kerabat, anak-anak yatim dan lain-lain.
[17] Kitab-kitab yang Telah diturunkan sebelum Muhammad s.a.w. ialah kitab-kitab yang diturunkan sebelum Al Quran seperti: Taurat, Zabur, Injil dan Shuhuf-Shuhuf yang tersebut dalam Al Quran yang diturunkan kepada para rasul. Allah menurunkan Kitab kepada Rasul ialah dengan memberikan wahyu kepada Jibril a.s., lalu Jibril menyampaikannya kepada rasul.
[18] Yakin ialah kepercayaan yang Kuat dengan tidak dicampuri keraguan sedikitpun. akhirat lawan dunia. kehidupan akhirat ialah kehidupan sesudah dunia berakhir. yakin akan adanya kehidupan akhirat ialah benar-benar percaya akan adanya kehidupan sesudah dunia berakhir.
[19] ialah orang-orang yang mendapat apa-apa yang dimohonkannya kepada Allah sesudah mengusahakannya.
[20] yakni orang itu tidak dapat menerima petunjuk, dan segala macam nasehatpun tidak akan berbekas padanya.
[21] Maksudnya: mereka tidak dapat memperhatikan dan memahami ayat-ayat Al Quran yang mereka dengar dan tidak dapat mengambil pelajaran dari tanda-tanda kebesaran Allah yang mereka lihat di cakrawala, di permukaan bumi dan pada diri mereka sendiri.

Maksud Dari Surat Al Faatihah 1-7

Assalammualaikum

1. Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang[1].
2. Segala puji[2] bagi Allah, Tuhan semesta alam[3].
3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
4. Yang menguasai[4] di hari Pembalasan[5].
5. Hanya Engkaulah yang kami sembah[6], dan Hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan[7].
6. Tunjukilah[8] kami jalan yang lurus,
7. (yaitu) jalan orang-orang yang Telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.[9]

[1] Maksudnya: saya memulai membaca al-Fatihah Ini dengan menyebut nama Allah. setiap pekerjaan yang baik, hendaknya dimulai dengan menyebut asma Allah, seperti makan, minum, menyembelih hewan dan sebagainya. Allah ialah nama zat yang Maha suci, yang berhak disembah dengan sebenar-benarnya, yang tidak membutuhkan makhluk-Nya, tapi makhluk yang membutuhkan-Nya. Ar Rahmaan (Maha Pemurah): salah satu nama Allah yang memberi pengertian bahwa Allah melimpahkan karunia-Nya kepada makhluk-Nya, sedang Ar Rahiim (Maha Penyayang) memberi pengertian bahwa Allah senantiasa bersifat rahmah yang menyebabkan dia selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada makhluk-Nya.
[2] Alhamdu (segala puji). memuji orang adalah Karena perbuatannya yang baik yang dikerjakannya dengan kemauan sendiri. Maka memuji Allah berrati: menyanjung-Nya Karena perbuatannya yang baik. lain halnya dengan syukur yang berarti: mengakui keutamaan seseorang terhadap nikmat yang diberikannya. kita menghadapkan segala puji bagi Allah ialah Karena Allah sumber dari segala kebaikan yang patut dipuji.
[3] Rabb (Tuhan) berarti: Tuhan yang ditaati yang Memiliki, mendidik dan Memelihara. Lafal Rabb tidak dapat dipakai selain untuk Tuhan, kecuali kalau ada sambungannya, seperti rabbul bait (tuan rumah). 'Alamiin (semesta alam): semua yang diciptakan Tuhan yang terdiri dari berbagai jenis dan macam, seperti: alam manusia, alam hewan, alam tumbuh-tumbuhan, benda-benda mati dan sebagainya. Allah Pencipta semua alam-alam itu.
[4] Maalik (yang menguasai) dengan memanjangkan mim,ia berarti: pemilik. dapat pula dibaca dengan Malik (dengan memendekkan mim), artinya: Raja.
[5] Yaumiddin (hari Pembalasan): hari yang diwaktu itu masing-masing manusia menerima pembalasan amalannya yang baik maupun yang buruk. Yaumiddin disebut juga yaumulqiyaamah, yaumulhisaab, yaumuljazaa' dan sebagainya.
[6] Na'budu diambil dari kata 'ibaadat: kepatuhan dan ketundukkan yang ditimbulkan oleh perasaan terhadap kebesaran Allah, sebagai Tuhan yang disembah, Karena berkeyakinan bahwa Allah mempunyai kekuasaan yang mutlak terhadapnya.
[7] Nasta'iin (minta pertolongan), terambil dari kata isti'aanah: mengharapkan bantuan untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan yang tidak sanggup dikerjakan dengan tenaga sendiri.
[8] Ihdina (tunjukilah kami), dari kata hidayaat: memberi petunjuk ke suatu jalan yang benar. yang dimaksud dengan ayat Ini bukan sekedar memberi hidayah saja, tetapi juga memberi taufik.
[9] yang dimaksud dengan mereka yang dimurkai dan mereka yang sesat ialah semua golongan yang menyimpang dari ajaran Islam.


Catatan  : Maaf Bagi Pembaca Karena Ayatnya Tidak Bisa Saya Masukkan Dalam blog ini,kalau bagi teman2 yang tau?Mohon bantuan nya.terima kasih..

Monday 18 April 2011

Ulama Mesir: Poliandri Sesat dan Menyesatkan

Syaikh Abdullah bin Sulaiman Al-Mani’, seorang anggota dari ulama senior Mesir mengatakan bahwa artikel jurnalis Saudi Nadine Al-Bedair yang dimuat di surat kabar Al-Masry Al-Yaum yang mengkampanyekan poliandri seperti bara api.

Dirinya menggambarkan bahwa penulis artikel Nadine Al-Bedair yang juga presenter TV Saudi TV tersebut sebagai orang yang mengkampanyekan ajaran yang sesat dan menyesatkan dengan menganjurkan para wanita untuk memiliki hak yang sama untuk memiliki pasangan lebih dari satu.

Syaikh Mani’ menyatakan bahwa persoalan tentang haramnya kesetaraan kaum perempuan khususnya menikah dengan lebih dari satu suami telah merupakan konsensus kaum muslimin secara umum.

Sebelumnya anggota parlemen dari partai al-Shaab yang juga pengacara Mesir Fouad Khaled Hafez telah mengajukan gugatan ke pengadilan terkait tulisan kampanye poliandri yang di tulis oleh Bedair di harian independen Al-Masry Al-Yaum.

Fouad Khaled Hafez menyatakan bahwa artikel Bedair telah mengkampanyekan sebuah pelanggaran etika dan moral secara terang-terangan, baik etika secara ajaran agama maupun etika secara hukum masyarakat.(Eramuslim/fq/imo)

Dikutip Dari http://beritaislam.com

Tiga Potong Daging Qurban Bertulisan Arab Mirip Lafaz "Allah" di Labuhanbatu


Hj. Adlina T Milwan Bakal Calon Bupati Labuhanbatu periode 2010-2015, Rabu (2/12) sore menyaksikan langsung kejadian aneh yang yang terjadi di Complek PJKA (Bangsal) Kelurahan Padang Matinggi Rantauprapat yakni tiga potong daging kurban yang bertulisan arab mirip dengan lafaz "Allah".
Kejadian aneh yang dilihat balon Bupati ini memang nyata bertuliskan nama Allah dan itu dilihatnya langsung tiga potong daging yang sudah masak pada saat usai pengajian kaum ibu yang tergabung diperwiritan Misbahud Islamiah Bangsal Kelurahan Padang Matinggi Kecamatan Rantau Utara, yang diletakkan diatas piring batu.
Kronologis kejadian aneh ini terjadi pada, Selasa (1/12) sekitar pukul 17.00 wib, seorang anak yatim berjenis kelamin wanita bernama Moli Meilani (12) pelajar SMP kelas 2, pada hari Jum’at (27/11) mendapat bantuan dua bungkus daging kurban dari Aek Tapa dan Paindoan Rantauprapat. Karena daging tersebut agak banyak, maka pada hari Selasa (1/12) sore Moli kembali memasak daging kurban itu bersama adiknya Seli pelajar kelas 4 SD, anehnya ketika daging itu diiris dan direbus dalam panci tidak ada tanda-tanda daging tersebut bertuliskan Allah dengan bahasa arab.
Ketika beberapa potong daging itu dipindahkan kedalam wajan untuk di sop dan ketika akan masak, tiba-tiba tiga potong daging dalam wajan itu muncul satu persatu kepermukaan air sop tadi, melihat hal yang aneh dan ganjil itu lalu Moli mengangkat tiga daging tersebut dan meletakkannya dipiring, setelah diamati ternyata tiga potong daging itu ada tulisan arab dengan nama Allah.
Karena ibunya Sri Hartati (35) tidak berada dirumah, Moli lalu memanggil bukdenya Yati untuk melihat kejadian aneh pada daging kurban itu, sehingga sempat menggegerkan complek PJKA tersebut. Moli sendiri sebelumnya tidak pernah mengalami hal yang aneh-aneh, bahkan setelah kejadian itu malamnya ketika tidur tidak ada bermimpi atau petunjuk terhadap dirinya, yang ia alami bahwa saat tertidur Moli hanya terbayang dengan daging bertulisan Allah itu. Apa yang dialami Moli tersebut dibenarkan ibunya Sri Hartati.
Sementara M.Yusuf Ray salah seorang tokoh masyarakat Kecamatan Rantau Utara ketika hadir menyaksikan daging bertulisan arab dengan nama Allah itu berkomentar, “Mudah-mudahan kejadian aneh ini akan menjadi petunjuk bagi yang berkurban dan yang menerimanya, apa petunjuk itu hanya Allah SWT lah yang tahu”, katanya kepada ibu-ibu yang ada di Musholla Misbahud Islamiyah Compleks PJKA Bangsal Rantauprapat. Selain itu M. Yusuf juga mengatakan, mungkin setelah ibu Hj.Adlina T Milwan melihat tiga potong daging ini, petunjuk dari Allah itu datang kepada ibu untuk memimpin Labuhanbatu ini lima tahun kedepan, ucapnya.
Pada kesempatan itu Hj. Adlina T Milwan tidak banyak berkomentar tentang tiga potong daging kurban yang bertulisan arab tersebut, ia hanya berharap mudah-mudahan apa yang dikatakan bapak M.Yusuf itu menjadi kenyataan. Di pengajian kaum ibu itu Hj. Adlina T Milwan hanya mendengarkan keluhan ibu-ibu yang KTP-nya sudah mati dan butuh modal usaha, menyahuti hal itu Hj. Adlina T Milwan yang dikenal juga sebagai pembina majelis ta’lim di Labuhanbatu ini, akan berusaha menjembatani pengurusan KTP dan pemberian bantuan modal usaha tersebut kepada ibu-ibu yang sangat membutuhkannya

Thursday 14 April 2011

Ungu-Dengan Nafasmu

Ungu-Dengan Nafasmu



Lirik Lagunya

Izinkan ku ucap kata taubat
Sebelum Kau memanggilku
kembali pada-Mu, menutup waktuku

Izinkan ku serukan nama-Mu
Sebelum nyawa dalam tubuhku
Kau ambil, kembali pada-Mu

Chorus:
Karna ku tahu, hanyalah pada diri-Mu
Tempatku mengadu, tempatku mengeluh
Di dalam doaku...

Reff:
Dan demi nafas yang telah Kau hembuskan dalam kehidupanku
Ku berjanji, ku akan menjadi yang terbaik
Menjalankan segala perintah-Mu, menjauhi segala larangan-Mu
adalah sebaris doaku untuk-Mu

Kembali ke awal, langsung Chorus

Back to: Reff

Coda:
Izinkan ku ucap kata taubat
Sebelum Kau memanggilku

Ungu – Syukur Alhamdulillah

Ungu – Syukur Alhamdulillah



Lirik Lagunya

Slalu ku sakiti Engkau dengan dosaku
Ku balas segala kebaikan-Mu dengan kekurangan

[x]
Tiada pernah ku menyadari semuanya
Bahwa nafas yang ku hirup adalah kuasa-Mu

[xx]
Alhamdulillah ku syukuri semua
Terima kasihku Yaa Allah atas indahnya hidup
Alhamdulillah ku syukuri semua
Terima kasih ku Yaa Rabbi atas rahmat dalam hidupku

Selalu ku tingalkan Engkau dengan khilafku
Ku balas segala kemurahan-Mu dengan keburukkan

Back to [x] [xx]

Back to [xx] 2x

Saturday 9 April 2011

Shalat Malam



Ketika Rasulullah Berada di tahun pertama kenabian menghadapi berbagai pelecehan bahkan fitnah,Allah S.W.T menurunkan wahyu sebagai panduan menyikapi keadaan itu.Diantaranya Surat AL-Muzzamil.

Beberapa Ayat dari surat tersebut berisi semacam panduan spiritual agar beliau tetap tangguh ,istikamah,dan mantab menjalankan tugas

"Wahai orang-orang yang berselimut,bangunlah shalat malam,separuh malam atau kurangi sedikit atau lebih dan bacalah Al-Qur'an dengan tartil .maka aku akan memberikan kepadamu qaulan tsaqilan (ucapan yang berbobot) dan sesungguhnya bangun di penghujung malam itu paling dalam kesannya untuk menumbuhkan iman dan memantapkan mental


Ada dua janji yang Allah berikan setelah beliau melakuan shalat malam dan mentartilkan(membaca Alqran dengan tertib).Pertama,qaulan tsaqilan(ucapan yang berbobot) yang sering diartikan sebagai kharisma bil kasyaf.kedua,tangguh dan mantab dalam menghadapi tantangan dan ujian

Sahabat Ibnu Abbas dalam tafsirnya menyatakan setelah turunnya surat Al-Muzzamil ,Nabi Muhammad terus memelihara shalat malam sampai saat-saat menjelang wafat.Kepada umatnya beliau menyampaikan bahwa shalat malam itu merupakan shalat malam para nabi dan rasul Allah.Juga kebiasaan orang shaleh dan amalan orang berprestasi

Beliau juga pernah memberikan resep spiritual terhadap keluarga yang menghadapi problem keluarga."Bangunkanlah istrimu di penghujung malam dengan penuh kasih sayang ,bangunkanlah suamimu di penghujung malam dengan penuh kasih sayang,"demikian ucapan Rasulullah

Jika suami istri melakukan shalat malam dan mereka berdzikir memohon kepada allah ,maka Allah menyatakan ,"Aku malu kalau aku tidak memenuhi doa mereka,aku malu kalau aku tidak mengabulkan munajat mereka,"shalat malam dapat berfungsi sebagai tanda syukur kepada Allah SWT

Sahabat Abu Hurairah pernah bertanya kepada Rasulullah setelah ia melihat kaki beliau memar ,bengkak,lecet-lecet parah."Mengapa anda shalat malam sampai kaki anda lecet,bengkak dan memar?Padahal,anda adalah Rasulullah .Anda tak pernah berbuat dosa dan anda pun pasti masuk surga." Beliau menjawab,"Apakah tidak pantas kalau saya mensyukuri segala anungerah yang Allah berikan?"

Pada Awal pembangunan masyarakat madinah ,Nabi Muammad menyampaikan emapat pesan moral kepada umatnya islam,Beliau mengatakan.Tebarkanlah salam,bangun keakraban,wujudkan kepedulian sosial dan bangun shalam malam pada saat orang-orag sedang tidur.

Nabi Daud membiasakan shalat malam dengan cara tidur separuh malam,bangun sepertiga malam.Kebiasaan ini dilanjutkan oleh Nabi Sulaiman .Beberapa sahabat sempat melakukan shalat malam dengan cara seperti itu.Nabi sendiri membiasakan shalat malam di akhir malam ,separuh malam atau sepertiga malam

Shalat malam merupakan sarana penghapus dosa ,penenang hati,pembersih jiwa dan takarub yang paling efektif .Shalat ini juga menjadi obat segala macam kegundahan ,kegelisahan kesedihan,kemarahan,dan rohaniah lainnya.Ia adalah tiket untuk meraih surga dan kemuliaan disisi Allah SWT Wallahu a'lam

Sunday 3 April 2011

Hal-Hal yang Diperbolehkan dan Diharamkan Ketika Wanita Sedang Haid [3]

Hal-Hal yang Haram Bagi Wanita yang Haid dan Nifas

Adapun hal-hal yang diharamkan bagi wanita yang sedang haid dan nifas adalah:

1. Shalat dan Puasa.

Dari Mu’adzah ia bertanya kepada ‘Aisyah, “Mengapa perempuan yang haid hanya mengqadha’ puasa dan tidak mengqadha’ shalat?” Maka ‘Aisyah menjawab, “Yang demikian itu terjadi pada kami (ketika) bersama Rasulullah –shallallaahu ‘alahi wa sallam-, yaitu agar kami mengganti puasa dan tidak diperintahkan mengqadha’ shalat.”[22]

Imam an-Nawawi berkata, “Umat muslim bersepakat bahwa wanita yang haid dan nifas tidak wajib mengerjakan shalat.”[23]

2. Berjima’.

Allah –subhaanahu wa ta’ala- berfirman, yang artinya:

“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, ‘Haid itu adalah suatu kotoran.’ Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita pada waktu haid dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci…….” (Qs. al-Baqarah: 222)

Dalam menafsirkan kata “mahidz” yang pertama, maka ulama bersepakat bahwa itu artinya darah haid. Akan tetapi mereka berbeda pendapat ketika menafsirkan kata “mahidz”, ada yang mengartikan darah haid, masanya, tempat keluarnya (farj).[24]

Rasulullah bersabda, “Lakukan apa saja kecuali nikah (yakni bersenggama).”[25]

Maka diharamkan bagi seorang suami melakukan jima’ dengan isterinya yang sedang mengalami haid. Begitu juga diharamkan bagi seorang isteri memberikan kesempatan kepada suaminya untuk melakukan hal tersebut.

Imam an-Nawawi –rahimahullah ta’ala- mengatakan, “Apabila seorang muslim berkeyakinan akan halalnya menyetubuhi wanita yang sedang haid pada kemaluannya, maka ia dihukumi kafir murtad. Sedangkan apabila ia tidak meyakini akan kehalalannya, entah disebabkan lupa dan tidak mengetahui adanya haid atau dirinya tidak mengetahui akan haramnya perbuatan tersebut atau karena dipaksa, maka ia tidak berdosa dan tidak ada kafarat baginya. Namun apabila ia menyetubuhi isterinya dengan sengaja dan ia mengetahui bahwa isterinya sedang mengalami haid dan ia pula mengetahui haramnya perbuatan tersebut serta tanpa adanya suatu paksaan, maka ia telah berbuat maksiat dan dosa besar, maka wajib baginya bertaubat.”[26]

Untuk menyalurkan syahwatnya, suami diperbolehkan melakukan selain jima’ (senggama), seperti: berciuman, berpelukan dan bersebadan pada selain daerah farj (vagina). Namun, sebaiknya, jangan bersebadan pada daerah antara pusat dan lutut kecuali jika sang isteri mengenakan kain penutup. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan ‘Aisyah -radhiallahu ‘anha-, “Pernah Nabi –shallallaahu ‘alahi wa sallam- berkain, lalu beliau menggauliku sedang aku dalam keadaan haid.”[27]

3. Thawaf

Sebagaimana penuturan ‘Aisyah -radhiallahu ‘anha-, “Aku datang ke Makkah dalam keadaan haid. Dan aku belum sempat thawaf di Ka’bah dan sa’i antara Shafa dan Marwah. Maka aku adukan hal itu kepada Rasulullah –shallallaahu ‘alahi wa sallam-, beliau bersabda,“Perbuatlah sebagaimana yang dilakukan seorang yang berhaji, kecuali thawaf di sekeliling Ka’bah sampai engkau suci (dari haid).”[28]

[1] Diriwayatkan juga oleh Muslim nomor 10 : ‘Shalat Iedain’.

[2] HR. Bukhari nomor 1650 dan Muslim nomor 120/ Kitab Al Hajj.

[3] Nukilan dari Syarh Umdatul Ahkam karya Abu Ubaidah Az-Zaawii.

[4]Musthafa al-’Adhawi, op.cit., hal. 183-187.

[5]Musthafa al-’Adhawi, op.cit., hal. 174.

[6] Shahihul Jami’ 7880; Al-Misykat 465.

[7] Musthafa al-’Adhawi, op.cit., hal. 187-188.

[8] HR. Bukhari no. 283 dan Muslim no. 116

[9] HR. Muslim dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma.

[10] Musthafa al-’Adhawi, op.cit., hal.188.

[11]

[12] HR. Bukhari no. 1650.

[13] HR. Bukhari no. 283 dan Muslim dalam Kitab al-Haid, no. 116.

[14] Dikeluarkan oleh Said bin Manshur dalam Sunan-nya dan isnadnya hasan.

[15] HR. Abu Daud 1/232, Baihaqi 2/442. Didhaifkan dalam al-Irwa’ 1/124.

[16] Musthafa al-’Adhawi, op.cit., hal. 191-195.

[17] HR. Bukhari dan Muslim.

[18] HR. Bukhari, Muslim dan yang lainnya.

[19] Al-Minhaj –Syarah Shahih Muslim- (I/594).

[20] HR. Bukhari, Muslim dan yang lainnya.

[21] HR. Muslim, Abu Dawud, an-Nasa’I dan Ibnu Majah.

[22] Muttafaq ‘Alahi: Muslim I/ 265 no. 335 dan lafadz ini baginya, Fathul Bari I/421 no. 321, Tirmidzi I/87 no. 130, ‘Aunul Ma’bud: 444 no. 259 dan Ibnu Majah I/207 no. 631.

[23] Al-Minhaj –Syarah Shahih Muslim-, Imam an-Nawawi.

[24] Musthafa al-’Adhawi, op.cit., hal. 128.

[25] HR. Muslim, Abu Dawud, an-Nasa’i, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah.

[26] Muhyidin an-Nawawi, op.cit., hal. 195.

[27] Muttafaq ‘alaih.

[28] HR. Bukhari no. 1650 dan Muslim dalam Kitab al-Hajj no. 120.

Hal-Hal yang Diperbolehkan dan Diharamkan Ketika Wanita Sedang Haid [2]

* Jawaban atas dalil yang kedua.[10]

Tidak saya dapatkan isnad yang shahih, tidak pula yang hasan, bahkan yang mendekati shahih atau hasan untuk hadits yang dijadikan dalil oleh mereka yang melarang wanita haid menyentuh al-Qur’an. Setiap sanad hadits ini yang aku dapatkan, semuanya tidak lepas dari pembicaraan. Lantas apakah hadits ini bisa terangkat kepada derajat shahih atau hasan dengan dikumpulkannya semua sanadnya atau tidak?

Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat. Asy-Syaikh Albani –rahimahullah- menshahihkannya dalam al-Irwa’ (91/158). Bila hadits ini dianggap shahih sekalipun, maka pengertiannya sebagaimana pengertian ayat yang mulia di atas.

Asy-Syaikh Albani –rahimahullah- sendiri ketika menjabarkan hadits di atas beliau menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ‘thahir’ adalah orang yang beriman baik dalam keadaan berhadats besar atau hadats kecil ataupun dalam keadaan haid. Wallahu a’lam.

4. Ikut menghadiri ke tempat shalat ‘Ied.

Hal ini diperbolehkan, bahkan disunahkan untuk menyaksikan dan menghadiri shalat ‘Ied. Akan tetapi mereka dilarang melaksanakan shalat. Rasulullah –shallallaahu ‘alahi wa sallam- bersabda, yang artinya:

“Agar para gadis, perawan dan wanita-wanita haid ikut keluar –untuk menghadiri shalat ‘Ied-. Hendaknya mereka ikut serta menyaksikan kebaikan dan do’a kaum muslimin. Namun wanita-wanita haid menjauh dari tempat shalat.”[11]

5. Masuk masjid.

Dalam masalah ini ada perselisihan pendapat di kalangan ahli ilmu, ada yang membolehkan dan ada yang tidak membolehkan.

Asy-Syaikh Mushthafa al-’Adawi membawakan dalil dari kedua belah pihak dan kemudian ia merajihkan/menguatkan pendapat yang membolehkan wanita haid masuk ke masjid. Berikut ini dalil-dalilnya:

Dalil yang membolehkan:

a. Al-bara’ah al-ashliyyah, maknanya tidak ada larangan untuk masuk ke masjid.

b. Bermukimnya wanita hitam yang biasa membersihkan masjid, di dalam masjid, pada masa Nabi –shallallaahu ‘alahi wa sallam-. Tidak ada keterangan bahwasannya Nabi –shallallaahu ‘alahi wa sallam- memerintahkan dia untuk meninggalkan masjid ketika masa haidnya, dan haditsnya terdapat dalam Shahih al-Bukhari.

c. Sabda Nabi –shallallaahu ‘alahi wa sallam- kepada ‘Aisyah -radhiallahu ‘anha- yang tertimpa haid sewaktu melaksanakan ibadah haji bersama beliau –shallallaahu ‘alahi wa sallam- yang artinya,

“Lakukanlah apa yang diperbuat oleh seorang yang berhaji kecuali thawaf di Ka’bah.”[12]

Dalam hadits di atas Nabi –shallallaahu ‘alahi wa sallam- tidak melarang ‘Aisyah untuk masuk ke masjid, sebagaimana jama’ah haji boleh masuk ke masjid.

d. Rasulullah –shallallaahu ‘alahi wa sallam- bersabda,

“Sesungguhnya orang Muslim itu tidak najis.”[13]

e. Atha bin Yasar berkata, “Aku melihat beberapa orang dari shahabat Rasulullah –shallallaahu ‘alahi wa sallam- duduk di masjid dalam keadaan mereka junub apabila mereka telah berwudhu seperti wudhu shalat.”[14]Maka sebagian ulama mengqiyaskan junub dengan haid.

Mereka yang membolehkan juga berdalil dengan keberadaan ahli shuffah yang bermalam di masjid. Diantara mereka tentunya ada yang mimpi basah dalam keadaan tidur. Demikian pula bermalamnya orang-orang yang i’tikaf di masjid, tidak menutup kemungkinan di antara mereka ada yang mimpi basah hingga terkena janabah dan di antara wanita yang i’tikaf ada yang haid.

Dalil yang melarang:

a. Firman Allah –subhaanahu wa ta’ala-, yang artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian mendekati shalat sedangkan kalian dalam keadaan mabuk hingga kalian mengetahui apa yang kalian ucapkan dan jangan pula orang yang junub kecuali sekedar lewat sampai kalian mandi.” (Qs. an-Nisa’: 43)

Mereka mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kata ‘shalat’ dalam ayat di atas adalah tempat-tempat shalat, berdalil dengan firman Allah –subhaanahu wa ta’ala-:

“…niscaya akan runtuh tempat-tempat ibadah ruhban Nasrani, tempat ibadah orang umum dari Nasrani, shalawat, dan masjid-masjid.” (Qs. Al-Hajj: 40).

Mereka berkata, “Akan runtuh shalawat maknanya akan runtuh tempat-tempat shalat.”

Di sini mereka mengqiyaskan haid dengan junub. Namun Asy-Syaikh Mushthafa berkata, “Kami tidak sepakat dengan mereka karena orang yang junub dapat segera bersuci sehingga di dalam ayat ini ada anjuran untuk bersegera dalam bersuci, sedangkan wanita yang haid tidak dapat berbuat demikian.”

2. Sabda Nabi –shallallaahu ‘alahi wa sallam- kepada para wanita ketika beliau memerintahkan mereka untuk keluar ke tanah lapangan pada saat shalat ‘Ied.

Beliau –shallallaahu ‘alahi wa sallam- mengatakan (yang artinya), “Hendaklah wanita-wanita haid menjauh dari mushalla.” (HR. Bukhari nomor 324)

Jawaban atas dalil ini adalah bahwa yang dimaksud dengan ‘mushalla’ di sini adalah ‘shalat’ itu sendiri, yang demikian itu karena Nabi –shallallaahu ‘alahi wa sallam- dan para shahabatnya shalat ‘Ied di tanah lapang, bukan di masjid dan sungguh telah dijadikan bumi seluruhnya untuk ummat ini sebagai masjid (tempat shalat).

3. Rasulullah –shallallaahu ‘alahi wa sallam- mendekatkan kepala beliau kepada ‘Aisyah yang berada di luar masjid ketika beliau sedang berada di dalam masjid, hingga ‘Aisyah dapat menyisir beliau dan ketika itu ‘Aisyah sedang haid.

Dalam dalil ini tidak ada larangan secara jelas bagi wanita haid untuk masuk ke dalam masjid. Sementara di masjid itu sendiri banyak kaum pria dan Rasulullah –shallallaahu ‘alahi wa sallam- tentu tidak suka mereka sampai melihat istri beliau.

4. Perintah-perintah yang ada untuk membersihkan masjid dari kotoran-kotoran. Dalam hal ini juga tidak ada larangan yang tegas bagi wanita haid. Yang jelas selama wanita haid tersebut aman dari kemungkinan darahnya mengotori masjid, maka tidak apa-apa ia duduk di dalam masjid.

5. Hadits yang lafadznya:

“Aku tidak menghalalkan masjid bagi orang junub dan tidak pula bagi wanita haid.”[15]

Akan tetapi hadits ini dha’if (lemah) karena ada rawi bernama Jasrah binti Dajaajah. Kemudian Asy-Syaikh Mushthafa al-‘Adawi mengatakan, “Kami memandang tidak ada dalil yang shahih yang tegas melarang wanita haid masuk ke masjid, dan berdasarkan hal itu boleh bagi wanita haid masuk masjid atau berdiam di dalamnya.”[16]

6. Melayani suaminya.

Dari ‘Aisyah, ia berkata, “Dahulu aku pernah menyisir rambut Rasulullah –shallallaahu ‘alahi wa sallam- ketika aku sedang haid.”[17]

7. Tidur satu selimut dengan suami.

Dari Ummu Salamah, ia berkata, ”Tatkala aku tidur bersama Nabi –shallallaahu ‘alahi wa sallam- dalam satu kain, tiba-tiba aku haid. Maka aku menyelinap keluar untuk mengambil baju haid. Lalu beliau berkata, ‘Apakah engkau haid?‘ Aku berkata, ‘Ya, kemudian Nabi –shallallaahu ‘alahi wa sallam- memanggilku, maka akupun tidur kembali bersamanya dalam satu selimut.’[18]

Imam Nawawi –rahimahullah- mengatakan, “Hadits ini menunjukkan diperbolehkannya tidur dan berbaring dengan isteri yang sedang haid dalam satu selimut.”[19]

8. Suami membaca al-Qur’an di pangkuan istrinya yang sedang haid.

Dari ‘Aisyah, ia berkata, “Dahulu Nabi –shallallaahu ‘alahi wa sallam- membaca al-Qur’an sedangkan kepalanya berada dalam pangkuanku dan ketika itu aku sedang haid.”[20]

9. Makan dan minum bersama dengan istri yang sedang haid.

Dari ‘Aisyah, ia berkata, “Dahulu aku minum ketika sedang haid, kemudian kuberikan minumanku kepada Nabi –shallallaahu ‘alahi wa sallam-, lalu beliau meletakkan mulutnya tepat pada tempat yang aku minum kemudian beliau meminumnya. Dan aku juga pernah menggigit daging dengan gigiku ketika aku sedang haid, kemudian aku berikan daging tersebut kepada Nabi –shallallaahu ‘alahi wa sallam-. Lalu beliau meletakkan mulutnya tepat pada bekas mulutku.”[21]

Hal-Hal yang Diperbolehkan dan Diharamkan Ketika Wanita Sedang Haid

Hal-hal yang diperbolehkan bagi wanita yang sedang mengalami haid diantaranya:

1. Berdzikir kepada Allah –subhaanahu wa ta’ala- dan membaca al-Qur’an.

Al-Imam al-Bukhari dalam Shahih-nya (nomor 971) meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada Ummu ‘Athiyah radhiallahu ‘anha, ia berkata, “Kami dulunya diperintah untuk keluar (ke lapangan shalat Ied, pent.) pada Hari Raya sampai-sampai kami mengeluarkan gadis dari pingitannya dan wanita-wanita haid. Mereka ini berada di belakang orang-orang (yang shalat), mereka bertakbir dan berdo’a dengan takbir dan do’anya orang-orang yang hadir. Mereka mengharapkan berkah hari tersebut dan kesuciannya.”[1]

‘Aisyah -radhiallahu ‘anha- berkata, “Aku datang ke Makkah dalam keadaan haid. Dan aku belum sempat thawaf di Ka’bah dan sa’i antara Shafa dan Marwah. Maka aku adukan hal itu kepada Rasulullah –shallallaahu ‘alahi wa sallam-, beliau bersabda,“Perbuatlah sebagaimana yang dilakukan seorang yang berhaji, hanya saja jangan engkau thawaf di Ka’bah sampai engkau suci (dari haid).”[2]

Dua hadits di atas memberi faedah bahwa wanita haid disyariatkan untuk berdzikir kepada Allah –subhaanahu wa ta’ala-, dan al-Qur’an termasuk dzikir sebagaimana Allah –subhaanahu wa ta’ala- berfirman :

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Adz Dzikir (Al Qur’an) dan Kami-lah yang akan menjaganya.” (Qs. al-Hijr: 9)

Apabila seorang yang berhaji dibolehkan membaca al-Qur’an maka demikian pula bagi wanita haid, karena yang dikecualikan dalam larangan Nabi –shallallaahu ‘alahi wa sallam- kepada ‘Aisyah yang sedang haid hanyalah thawaf.

Permasalahan membaca al-Qur’an bagi wanita haid ini memang ada perselisihan di kalangan ulama. Ada yang membolehkan dan ada yang tidak membolehkan.

* Abu Hanifah berpendapat bolehnya wanita haid membaca al-Qur’an dan ini merupakan pendapat yang masyhur dalam madzhab Syafi’i dan Ahmad, dan pendapat ini yang dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah. Mereka mengatakan, “Asal dalam perkara ini adalah halal. Maka tidak boleh memindahkan kepada selainnya kecuali karena ada larangan yang shahih yang jelas.”

* Adapun jumhur ahli ilmu berpendapat tidak boleh bagi wanita haid untuk membaca al-Qur’an, akan tetapi boleh baginya untuk berdzikir kepada Allah. Mereka ini mengqiyaskan (atau menyamakan) haid dengan junub, padahal sebenarnya tidak ada pula dalil yang melarang orang junub untuk membaca al-Qur’an. Yang kuat dalam hal ini adalah pendapat yang pertama, dan ini bisa dilihat dalam Majmu’ Fatawa 21/460 dan Syarhu az-Zad 1/291.[3]

Asy-Syaikh Mushthafa al-Adhawi dalam kitabnya memberikan bantahan bagi orang yang berpendapat tidak bolehnya wanita haid membaca al-Qur’an. Pada akhir tulisannya beliau berkata, “Maka kesimpulan permasalahan ini adalah boleh bagi wanita haid untuk berdzikir kepada Allah dan membaca al-Qur’an karena tidak ada dalil yang shahih yang jelas dari Rasulullah –shallallaahu ‘alahi wa sallam- yang melarang dari hal tersebut bahkan telah datang dalil yang memberi faedah bolehnya (wanita haid) membaca al-Qur’an dan berdzikir, Wallahu a’lam.”[4]

2. Sujud Tilawah.

Seorang wanita yang sedang mengalami haid, diperbolehkan baginya untuk melakukan sujud Tilawah ketika mendengarkan ayat-ayat Sajdah karena hal itu bukanlah shalat dan tidak disyaratkan dalam keadaan suci.

Pernah suatu ketika Nabi –shallallaahu ‘alahi wa sallam- membaca Surat an-Najm, maka ketika beliau sampai kepada ayat Sajdah, beliau bersujud dan diikuti oleh orang-orang Islam, orang-orang musyrik, dan golongan jin serta manusia. Imam Zuhri dan Qatadah juga sependapat dengan hal itu Sebagaimana yang disebutkan dalam Mushannaf Abdul Razaq (I/321).[5]

3. Menyentuh mushaf.

Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (1/502) menyatakan bolehnya wanita haid membawa al-Qur’an dan ini sesuai dengan madzhab Abu Hanifah. Berbeda dengan pendapat jumhur yang melarang hal tersebut dan mereka menyatakan bahwa membawa al-Qur’an dalam keadaan haid mengurangi pengagungan terhadap al-Qur’an.

Berkata Asy-Syaikh Mushthafa al-’Adawi, “Mayoritas ahli ilmu berpendapat wanita haid tidak boleh menyentuh mushaf al-Qur’an. Namun dalil-dalil yang mereka bawakan untuk menetapkan hal tersebut tidaklah sempurna untuk dijadikan sisi pendalilan. Dan yang kami pandang benar -wallahu a’lam- bahwasannya boleh bagi wanita haid untuk menyentuh mushaf al-Qur’an. Berikut ini kami bawakan dalil-dalil yang digunakan oleh mereka yang melarang wanita haid menyentuh al-Qur’an. Kemudian kami ikutkan jawaban atas dalil-dalil tersebut (untuk menunjukkan bahwasanya wanita haid tidaklah terlarang untuk menyentuh mushaf, pent.):

* Firman Allah –subhaanahu wa ta’ala-:

لايَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ

“Tidaklah menyentuhnya kecuali mereka yang disucikan.” (Qs. al-Waqi’ah: 79).

* Sabda Nabi –shallallaahu ‘alahi wa sallam-:

“Tidaklah menyentuh al-Qur’an itu kecuali orang yang suci.” (HR. ath-Thabrani).[6]

* Jawaban atas dalil yang pertama:[7]

Pendapat pertama: mayoritas ahli tafsir berpendapat bahwa yang diinginkan dengan dhamir (kata ganti) dalam firman Allah –subhaanahu wa ta’ala-: (laa yamassuhu) adalah kitab yang tersimpan di langit. Sedangkan (al-muthahharun) adalah para malaikat. Ini dipahami dari konteks beberapa ayat yang mulia,

إِنَّهُ لَقُرْآنٌ كَرِيمٌ $ فِي كِتَابٍ مَّكْنُونٍ $ لَّا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ .

“Sesungguhnya dia adalah Qur’an (bacaan) yang mulia dalam kitab yang tersimpan, tidaklah menyentuhnya kecuali mereka yang disucikan.” (Qs. Al Waqi’ah: 77-79)

Dan yang menguatkan hal ini adalah firman Allah –subhaanahu wa ta’ala-,

فِي صُحُفٍ مُّكَرَّمَةٍ $ مَّرْفُوعَةٍ مُّطَهَّرَةٍ $ بِأَيْدِي سَفَرَةٍ $ كِرَامٍ بَرَرَةٍ .

“Dalam lembaran-lembaran yang dimuliakan, yang ditinggikan lagi disucikan, di tangan para utusan yang mulia lagi berbakti (yakni para malaikat, pent.).” (Qs. Abasa: 13-16).

Inilah pendapat mayoritas ahli tafsir tentang tafsir ayat ini.

Pendapat kedua: tentang tafsir ayat tersebut bahwasanya yang diinginkan dengan al-muthahharun adalah orang-orang yang beriman. Berdasarkan firman Allah –subhaanahu wa ta’ala-, yang artinya:

“Hanyalah orang-orang musyrik itu najis.” (Qs. at-Taubah: 28)

Dan dengan sabda Nabi –shallallaahu ‘alahi wa sallam-:

إِنَّ الْمُؤْمِنَ لاَ يَنْجُسُ .

“Sesungguhnya orang Islam itu tidak najis.”[8]

Dan Nabi –shallallaahu ‘alahi wa sallam- melarang bepergian dengan membawa mushaf ke negeri musuh, karena khawatir jatuh ke tangan mereka.[9]

Pendapat ketiga: bahwasannya maksud dari firman Allah –subhaanahu wa ta’ala-surat al-Waqi’ah: 79 di atas adalah tidak ada yang dapat merasakan kelezatannya dan tidak ada yang dapat mengambil manfaat dengannya kecuali orang-orang yang beriman.

Pendapat keempat: pendapat ini merupakan pendapat yang diikuti oleh minoritas ahli tafsir, mereka mengatakan, “Yang dimaksudkan dengan al-muthahharun adalah mereka yang disucikan dari dosa-dosa dan kesalahan.”

Pendapat kelima: al-muthahharun adalah mereka yang suci dari hadats besar dan kecil.

Pendapat keenam: al-muthahharun adalah mereka yang suci dari hadats besar (janabah).

Mereka yang membolehkan wanita haid menyentuh mushaf memilih sisi yang pertama, dengan begitu tidak ada dalil dalam ayat tersebut yang menunjukkan larangan bagi wanita haid untuk menyentuh al-Qur’an. Sedangkan mereka yang melarang wanita haid menyentuh al-Qur’an memilih sisi kelima dan keenam.

Dan telah lewat penjelasan bahwa mayoritas ahli tafsir menafsirkan al-muthahharun dengan malaikat.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hostgator Discount Code