Sunday 3 April 2011

Hal-Hal yang Diperbolehkan dan Diharamkan Ketika Wanita Sedang Haid [3]

Hal-Hal yang Haram Bagi Wanita yang Haid dan Nifas

Adapun hal-hal yang diharamkan bagi wanita yang sedang haid dan nifas adalah:

1. Shalat dan Puasa.

Dari Mu’adzah ia bertanya kepada ‘Aisyah, “Mengapa perempuan yang haid hanya mengqadha’ puasa dan tidak mengqadha’ shalat?” Maka ‘Aisyah menjawab, “Yang demikian itu terjadi pada kami (ketika) bersama Rasulullah –shallallaahu ‘alahi wa sallam-, yaitu agar kami mengganti puasa dan tidak diperintahkan mengqadha’ shalat.”[22]

Imam an-Nawawi berkata, “Umat muslim bersepakat bahwa wanita yang haid dan nifas tidak wajib mengerjakan shalat.”[23]

2. Berjima’.

Allah –subhaanahu wa ta’ala- berfirman, yang artinya:

“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, ‘Haid itu adalah suatu kotoran.’ Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita pada waktu haid dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci…….” (Qs. al-Baqarah: 222)

Dalam menafsirkan kata “mahidz” yang pertama, maka ulama bersepakat bahwa itu artinya darah haid. Akan tetapi mereka berbeda pendapat ketika menafsirkan kata “mahidz”, ada yang mengartikan darah haid, masanya, tempat keluarnya (farj).[24]

Rasulullah bersabda, “Lakukan apa saja kecuali nikah (yakni bersenggama).”[25]

Maka diharamkan bagi seorang suami melakukan jima’ dengan isterinya yang sedang mengalami haid. Begitu juga diharamkan bagi seorang isteri memberikan kesempatan kepada suaminya untuk melakukan hal tersebut.

Imam an-Nawawi –rahimahullah ta’ala- mengatakan, “Apabila seorang muslim berkeyakinan akan halalnya menyetubuhi wanita yang sedang haid pada kemaluannya, maka ia dihukumi kafir murtad. Sedangkan apabila ia tidak meyakini akan kehalalannya, entah disebabkan lupa dan tidak mengetahui adanya haid atau dirinya tidak mengetahui akan haramnya perbuatan tersebut atau karena dipaksa, maka ia tidak berdosa dan tidak ada kafarat baginya. Namun apabila ia menyetubuhi isterinya dengan sengaja dan ia mengetahui bahwa isterinya sedang mengalami haid dan ia pula mengetahui haramnya perbuatan tersebut serta tanpa adanya suatu paksaan, maka ia telah berbuat maksiat dan dosa besar, maka wajib baginya bertaubat.”[26]

Untuk menyalurkan syahwatnya, suami diperbolehkan melakukan selain jima’ (senggama), seperti: berciuman, berpelukan dan bersebadan pada selain daerah farj (vagina). Namun, sebaiknya, jangan bersebadan pada daerah antara pusat dan lutut kecuali jika sang isteri mengenakan kain penutup. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan ‘Aisyah -radhiallahu ‘anha-, “Pernah Nabi –shallallaahu ‘alahi wa sallam- berkain, lalu beliau menggauliku sedang aku dalam keadaan haid.”[27]

3. Thawaf

Sebagaimana penuturan ‘Aisyah -radhiallahu ‘anha-, “Aku datang ke Makkah dalam keadaan haid. Dan aku belum sempat thawaf di Ka’bah dan sa’i antara Shafa dan Marwah. Maka aku adukan hal itu kepada Rasulullah –shallallaahu ‘alahi wa sallam-, beliau bersabda,“Perbuatlah sebagaimana yang dilakukan seorang yang berhaji, kecuali thawaf di sekeliling Ka’bah sampai engkau suci (dari haid).”[28]

[1] Diriwayatkan juga oleh Muslim nomor 10 : ‘Shalat Iedain’.

[2] HR. Bukhari nomor 1650 dan Muslim nomor 120/ Kitab Al Hajj.

[3] Nukilan dari Syarh Umdatul Ahkam karya Abu Ubaidah Az-Zaawii.

[4]Musthafa al-’Adhawi, op.cit., hal. 183-187.

[5]Musthafa al-’Adhawi, op.cit., hal. 174.

[6] Shahihul Jami’ 7880; Al-Misykat 465.

[7] Musthafa al-’Adhawi, op.cit., hal. 187-188.

[8] HR. Bukhari no. 283 dan Muslim no. 116

[9] HR. Muslim dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma.

[10] Musthafa al-’Adhawi, op.cit., hal.188.

[11]

[12] HR. Bukhari no. 1650.

[13] HR. Bukhari no. 283 dan Muslim dalam Kitab al-Haid, no. 116.

[14] Dikeluarkan oleh Said bin Manshur dalam Sunan-nya dan isnadnya hasan.

[15] HR. Abu Daud 1/232, Baihaqi 2/442. Didhaifkan dalam al-Irwa’ 1/124.

[16] Musthafa al-’Adhawi, op.cit., hal. 191-195.

[17] HR. Bukhari dan Muslim.

[18] HR. Bukhari, Muslim dan yang lainnya.

[19] Al-Minhaj –Syarah Shahih Muslim- (I/594).

[20] HR. Bukhari, Muslim dan yang lainnya.

[21] HR. Muslim, Abu Dawud, an-Nasa’I dan Ibnu Majah.

[22] Muttafaq ‘Alahi: Muslim I/ 265 no. 335 dan lafadz ini baginya, Fathul Bari I/421 no. 321, Tirmidzi I/87 no. 130, ‘Aunul Ma’bud: 444 no. 259 dan Ibnu Majah I/207 no. 631.

[23] Al-Minhaj –Syarah Shahih Muslim-, Imam an-Nawawi.

[24] Musthafa al-’Adhawi, op.cit., hal. 128.

[25] HR. Muslim, Abu Dawud, an-Nasa’i, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah.

[26] Muhyidin an-Nawawi, op.cit., hal. 195.

[27] Muttafaq ‘alaih.

[28] HR. Bukhari no. 1650 dan Muslim dalam Kitab al-Hajj no. 120.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hostgator Discount Code